7-8 Februari
Bagi kami yang selalu kepanasan di dalam mobil, tinggal di Danau Buyan menyenangkan sekali. Kami bisa tidur tenang tanpa kegerahan. Udara sejuk di luar terasa sempurna di dalam mobil, dingin tidak, apalagi panas, pas.
Kami sempat menyambut pagi di dermaga danau. Merasakan dingin danau yang sesungguhnya.
Setelah sarapan dan bersih-bersih, kami melanjutkan perjalanan kembali ke jalur Utara Bali. Rencananya mau singgah dulu ke kebun kopi yang memang bertebaran di area Bedugul ini. Kami mengincar Munduk Coffee Plantation. Menurut websitenya, kebun kopi ini dikombinasikan dengan hotel dan spa. Sudah terbayang nikmatnya nyeruput arabika sambil menikmati pemandangan indah yang terhampar. Sampai di parkiran kebun kopi, kami dicegat staf yang menanyakan voucher masuk. Rupanya setiap pengunjung yang tidak menginap harus membayar voucher serupa tiket masuk seharga Rp 500,000/orang. Cukup untuk membeli 4 kemasan kopi Arabika 250gr 😁. Kami kubur bayangan minum kopi di tengah ladang kopi nan luas dan indah.
Kami lalu mencari tempat kopi lain. Berdasarkan penulusuran google, ada satu tempat bernama Eco Coffee di area Gobleg. Kopi di cafe ini merupakan kopi organik yang ditanam oleh petani sekitar. Cafenya berada di ketinggian dengan pemandangan lepas ke arah perkebunan cengkeh.
Selain kopi, kami memesan pisang goreng dan veggie spring roll yang rasanya enaak sekali di udara dingin begini. Abah juga membeli kopi luwak untuk persediaan di perjalanan.
Puas minum kopi dan nyemil, perjalanan dilanjutkan ke Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Kami singgah makan duren di tengah jalan. Walaupun kecil, durian di sini manis dan legit. Bijinya tidak terlalu besar sehingga dagingnya agak tebal.
Tiba jam makan siang kami sudah menyusuri tepi pantai Utara Bali. Kami lalu singgah di Warung Pencar Buleleng, menunya nasi merah dan aneka seafood.
Sampai di area TNBB, kami singgah sebentar di pelabuhan penyeberangan ke Pulau Menjangan untuk survey perjalanan besok pagi. Lalu ke kantor pusat TNBB. Kami diarahkan untuk parkir dan bermalam di kemping area TNBB yang tepat ada di samping kantornya. Di situ kami berjumpa dengan beberapa staf yang kebetulan mengurusi primadona TNBB yaitu Jalak Bali.
Kami diajak melihat Jalak Bali ang pulang ke sarang di penangkaran tepat jam 6.20. Menurut petugasnya setiap hari Jalak Bali akan pulang tepat waktu hingga ke menit yang sama.
Pada tahun 2006 pernah hanya ditemukan 6 ekor saja yang hidup di alam. Selain diburu karena kecantikannya, faktor predator juga menjadi salah satu sebab berkurangnya populasi Jalak Bali. Berbagai upaya telah dilakukan termasuk membuat penangkaran di TNBB. Selain itu TNBB juga bekerjasama dengan penduduk sekitar yang berminat mengembangkan Jalak Bali. Penduduk yang berminat akan diserahi sepasang Jalak Bali, jika sudah bereproduksi, maka keturunan ketiganya bisa dijual dengan sertifikat, lalu keturunan pertamanya dikembalikan ke TNBB. Menurut sensus terakhir jumlah Jalak Bali di alam termasuk di penangkaran saat ini sekitar 115 ekor.
Trackbacks & Pingbacks
[…] menanjak, pertokoan serba art mulai berganti restoran dan cafe aka kebun kopi, mirip dengan yang di Gobleg tempo hari. Iseng kami tanya salah satu cafe, rupanya harus pakai voucher juga walau tidak semahal […]
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!