12 Januari 2020
Sebetah-betahnya kami di suatu tempat, kami harus melanjutkan perjalanan.
Pagi ini pintu Moti diketuk. Salah satu staf pengurus mesjid mengantar kue-kue dan bubur ayam untuk sarapan kami, alhamdulillah, terimakasih.
Kami lalu ke rumah Kak Wawan untuk berpamitan. Dari sekian banyak interaksi, pertemuan dengan teman-teman Poso ini adalah salah satu yang paling berkesan. Kisah berbalut persahabatan yang akan kami kenang seumur hidup.
Kami belajar banyak sekali di Poso termasuk tentang Sintuwu Maroso. Sejak ratusan tahun lalu masyarakat Poso dikenal sebagai masyarakat yang terbuka terhadap pendatang. Untuk merayakan keragaman yang ada, masyarakat Poso mempraktekkan falsafah ‘Sintuwu Maroso’ yang artinya persatuan/kerjasama yang kuat. Kearifan lokal ini dapat dijabarkan dalam tiga makna utama yaitu tuwu mombetuwunaka (hidup saling menghargai), tuwu mombepatuwu (hidup saling menghidupi), dan tuwu mombesungko (hidup saling menolong). Kearifan lokal inilah yang menjadi pengawal keharmonisan yang berlangsung ratusan tahun di Tanah Poso. .
Tragedi kemanusiaan di akhir ’98 hingga 3 tahun kemudian berhasil memporak-porandakan semua sendi kehidupan di Poso. Kekerasan massal dan konflik horizontal menghancurkan tidak hanya rumah ibadah, perkampungan dan fasilitas umum, namun yang lebih parah ialah trauma mental berkepanjangan. .
Hari ini, Poso sudah pulih sepenuhnya. Benih-benih ‘Sintuwu Maroso’ kembali disemai dan mulai tumbuh subur. Salah satunya melalui kegiatan-kegiatan yang diinisiasi anak-anak muda keren di @genpeace.poso di bawah bimbingan kakak-kakaknya yang luar biasa @gprimasatya @harrymelumpi dan @linisigilipu .
Masyarakat Poso telah lulus dari ‘ujian’nya. Salah satu hadiah terbaiknya adalah pelajaran tentang damai yang sesungguhnya. Bukan damai kosong di lisan, namun damai sesungguhnya dari hati. Dan kita patut belajar banyak tentangnya.
Moti tiba di Ampana menjelang Ashar. Di sini kami akan mencari informasi mengenai penyebrangan ke Togean sekaligus tempat bermalam sebelum lanjut ke Luwuk esok hari. Setelah makan siang dan mengisi solar, kami mencari informasi penyebrangan. Rupanya angin dan gelombang di Teluk Tomini sedang kencang-kencangnya. Kapal ASDP biasanya akan urung berlayar dalam situasi seperti ini.
Halaman Kantor Syahbandar tepat di tepi Teluk Tomini jadi pilihan malam itu. Sambil menunggu hari gelap, kami berjalan-jalan di tepi laut yang dipadati penduduk yang sedang menonton laut yang bergolak dahsyat. Nampak beberapa orang sedang berenang dengan beraninya, mencoba menyelamatkan benda-benda tampak seperti kursi dan meja. Rupanya kursi meja ini berasal dari kedai di tepi laut yang tersapu gelombang.
Menjelang petang badai mereda dan laut mulai kalem, kami tidur dengan nyenyak malam itu.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!