29 Desember

Kami meninggalkan Semarang tanpa sarapan. Setelah menempuh jalan tol menembus kota Ungaran, Bawen, Ambarawa dan akhirnya keluar di Temanggung, kami singgah di sebuah restoran tua bernama Banaran 9. Udaranya sejuk dan menyegarkan. Kami juga berjumpa salah seorang subscriber yang mengikuti perjalanan Keluarga Kusmajadi melalui YouTube. Setelah sarapan, perjalanan dilanjutkan ke Dieng. Dari Temanggung, google map mengarahkan kami ke jalan alternatif yang berujung di perkebunan teh Tambi, Wonosobo. Walaupun jalanannya terjal, pemandangannya indah. Di kiri dan kanan jalan terdapat perkebunan sayur yang dilatarbelakangi pegunungan Dieng. Begitu masuk kompleks wisata Dieng, terdapat pos tiket dan kami dikenakan biaya masuk Rp 10,000 per orang. Jalanan semakin sempit dan naik turun, dibarengi pemandangan indah di kiri dan kanan jalan. Lalu kami tiba di gerbang desa tertinggi di Pulau Jawa: Desa Sembungan, 2300m di atas permukaan laut.

Tak lama kami memasuki area Sikunir lalu mencari tempat parkir di tepi Danau Sikunir. Saat itu sudah terdapat beberapa tenda. Hari cerah, kadang gerimis. Menjelang sore hari, hari semakin gelap. Langit mendung dan mulai hujan. Tenda canopy yang tadinya sengaja kami buka untuk menaungi kami sambil duduk-duduk minum kopi di tepi danau, terpaksa digulung kembali karena hujan dan angin semakin kencang.

Udara semakin dingin, suhunya sekitar 11 derajat Celcius. Untuk mengisi perut dan menghangatkan badan, oleh-oleh bakso tahu dari Andhina di Semarang semalam, segera dimasak. Kebetulan di dapur ada bihun kuah instan dan abon ikan tuna dari Teh Yanti tempo hari.

Menjelang malam udara tidak kunjung bersahabat. Hujan semakin rapat dan awet. Temperatur udara semakin rendah, 9 derajat celcius! Malam itu kami berencana bangun pada jam 3 dini hari untuk menyambut matahari terbit di puncak Sikunir.

Semalaman rupanya hujan terus menerus turun. Ini tidak menyurutkan semangat pengunjung yang terus berdatangan di malam hari. Dalam hujan mereka mendirikan tenda dan setia menanti dini hari untuk menyambut sunrise.

Pukul 3 tepat, alarm berbunyi dan kami bangun. Walau rintik, hujan masih saja turun dan udaranya jangan ditanya, duingiiiiin sekali. Kami putuskan untuk tinggal di dalam tenda dan batal membangunkan anak-anak. Sudah takdir pagi itu kami bisa meneruskan tidur dan urung melihat sunrise yang konon salah satu yang terindah di Pulau Jawa.

Pagi tiba dan Sabiya bangun dengan terkejut. Dia bertanya bukankah seharusnya kita bangun jam 3 tadi dan trekking ke Puncak Sikunir. Setelah dijelaskan bahwa cuaca tidak memungkinkan, dengan wajah lega, dia tersenyum dan berkata, “Beruntungnya kita”. Laaah… Setelah kedinginan hampir 12 jam demi sunrise, lalu sunrise yang ditunggu malah tidak nongol, bukan beruntung kali dek.

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] Berbagai cara dicoba termasuk memanggil truk engkel pembawa air yang kebetulan lewat. Tidak berhasil. Abah juga sempat melapor ke posko petugas. Alih-alih ditolong, malah dimarahi karena mengabaikan peringatan penjaga dan membawa mobil mendekati danau😁😋. Petugas lalu memberi nomor telpon Pak Putu, pemilik truk towing tidak jauh dari situ. Singkat cerita, setelah hampir 1 jam yang epik, akhirnya truk berhasil keluar. Kemudian diparkir kembali di tempat semula. Tepat ketika truk sudah terparkir manis, hujan turun. Suhu udara semakin dingin. Kami duduk di dalam mobil, minum susu coklat dan ubi kukus. Suhu semakin dingin walau tidak sedingin di sini. […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *