Mendampingi Hakim mencari, menyarikan dan menuliskan kembali Kisah Nabi Muhammad SAW, membuat kami menengok kembali catatan tentang 5 tahap simulasi.

Bahwa keteladan dan pendampingan adalah titik kritis dari pendidikan (di) rumah. Adalah sebuah bahaya besar ketika orangtua melepas anak begitu saja dan berasumsi bahwa semuanya akan beres dan anak akan tau sendiri apa yang harus dilakukannya. Adapun halnya mengenai keteladanan, sudah bolak balik luar dalam dibahas di EP. Bahwa keteladan adalah core dari kepengasuhan. Tanpa berusaha menjadi role model yang ideal bagi anak-anak, mendidik anak-anak akan seperti mengukir di atas air, mustahil dan sia-sia.

Dari hasil ngobrol sama Mbak Oki hari ini, ketemu satu benang merah lagi. Jika diperhatikan Yudhis (putra sulung Mas Aar) dan Raka (putra sulung Mbak Oki) ada banyak kemiripan. Keduanya berusia sama, 15thn. Sama2 pintar, sama-sama cerdas, sama-sama bisa mengungkapkan pikiran dan pendapatnya dengan jentre (terang). Sama-sama menyukai komputer. Sama-sama generasi milenia dengan segala kekiniannya. Bedanya yang satu homeschool product, satunya hasil didikan sekolah biasa, tapi keduanya dididik dengan pola kepengasuhan yang mirip yaitu diberikan ruang eksplorasi seluas-luasnya untuk berkespresi, berpendapat dan berkarya. Dan ini disebutkan Mas Aar dalam bahasan membangun budaya belajar di materi webinar sesi 4. Selain ruang eksplorasi, disebutkan juga respon yang sehat terhadap keingintahuan dan ruang interaksi yang demokratis.

Adalah ‘tend to learn to mastery’ merupakan fitrah manusia, maka tugas orangtualah yang membuat fitrah ini tumbuh subur dan menjadi semakin kuat ketika anak tumbuh dewasa. Orangtua berperan jadi ‘tanah gembur’ bagi ‘akar keingintahuan’ anak. Dan tentu saja, juga berperan membasmi ‘gulma’ dan ‘rumput liar’ yang kiranya akan menganggu proses pertumbuhan alaminya.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *