26 Desember

Ceritanya pagi ini mau liat sunrise, tapi ketiduran. Walau ketinggalan sunrise, kami dapat pemandangan cantik dari ketinggian.

Turun dari sini, hujan mulai turun. Kami putuskan ke Hutan Mangrove. Ternyata hujan semakin lebat. Setelah berteduh di tengah jalan dan menunggu hujan turun, akhirnya kami putuskan balik arah lagi ke pasar mencari kopi dan gorengan.

Walau nggak ketemu gorengan, kami bisa berteduh sambil ngopi dan nunggu hujan reda. Akhirnya hujan reda juga dan kami bergegas ke Hutan Mangrove. Jaraknya lumayan jauh, letaknya di antara Bandara dan Kota Karimunjawa.

Saya selalu terpesona oleh hutan mangrove dan sebangsanya. Seperti ada pesona magis. Yang jelas fungsinya strategis banget untuk ekosistem;
1. Fungsi fisik untuk menjaga garis pantai dari abrasi, hempasan gelombang dan angin.
2. Fungsi Ekologis sebagai rumah berbagai jenis satwa liar terutama burung, tempat mencari makan, memijah, berkembang biak bagi berbagai jenis ikan, kerang, udang dan biota laut lainnya.
3. Fungsi ekonomis berkaitan hasil hutan non kayu seperti obat-obatan, madu, tanin dan pengembangan area rekreasi.

Dalam perjalanan pulang, kami berjumpa sekelompok ibu yang baru selesai mengambil kerang buluh dari hutan mangrove. Kami ditawari kerang satu ember kecil seharga Rp 20,000,-. Walaupun belum tahu mau diapakan, kami ambil kerang tsb. Dari hutan mangrove kami melanjutkan perjalanan keliling pulau sampai ke ujung-ujung, sambil mencari warung makan yang bersedia mengolah kerang kami. Alhamdulilah, dalam perjalanan pulang kembali ke hotel, tidak jauh dari bandara kami jumpa sebuah warung makan yang mau merebuskan kerang kami. Siang itu kami makan kerang buanyaaak sekali.

Sorenya, kami menunggu sunset di Bukit Jokotuo. Ampun, nyamuknya buanyak dan luar biasa ganasnya. Untung matahari tertutup awan, kami tidak perlu berlama-lama di sini. Oh ya, disediakan spot untuk berfoto yang sedang happening saat ini.

25 Desember

Pagi di hari Natal, setelah semalaman tidur di rest area Ungaran, kami mandi dan bersiap menuju Semarang. Tujuan pertama adalah rumah kediaman Mbah Puteri, ibunya Om Noto. Om Noto adalah adik ipar ibu saya. Kami kenal akrab dengan keluarga beliau.

Walau cuman sebentar, pertemuannya berkesan sekali. Terharu, Om Ahmad, adik ipar Om Noto sempat membeli perbekalan dan ‘menyangui’ Hakim dan Sabiya, buat musafir katanya. Makasih ya Om. Kami bahkan diantar hingga ke bandara.

Pesawat tiba on time di Karimunjawa. Dari bandara Dewadaru, kami langsung menyewa dua sepeda motor, masing-masing dikendarai Abah dan Bang Hakim. Abah bonceng Ambu, Bang Hakim mbonceng Sabiya. Hakim nggak bisa menyembunyikan kegirangannya diizinkan naik motor. Dengan bawa gembolan buat 4 hari ke depan kami menempuh jarak sekitar setengah jam untuk tiba di hotel. Alhamdulilah pemilik Hotel Ayu tempat kami menginap, baiik sekali. Setelah check in kami disuguhi makan siang gratis. Sore harinya kami ke Pelabuhan lalu makan malam di Alun-alun.

24 Desember

Jadi ceritanya waktu kami di Pondok Cabe beberapa hari sebelumnya, Abah dihubungi Mas Afni Jaya, Pemred TVRI untuk diliput dan disepakati untuk dilakukan secara live di Yogya. Jadi dari Banyumas kami ngintil Mbak Oki dan menginap di rumah beliau. Lalu pagi harinya ke Stasiun TVRI Yogya untuk diwawancarai secara LIVE untuk acara Semangat Pagi Indonesia.

Acaranya ngobrol santai, mudah-mudahan bermanfaat dan membawa kebaikan, baik bagi kami maupun yg nonton, amiin.

Setelah dari TVRI, secara spontan kami ke tukang cutting sticker untuk buat sticker tambahan di badan truk. Dan hasilnya tadaaa….

Kata Paman, mending pasang sticker buat bikin subscribers lebih banyak, manutlah kami😋🤣.

Siang itu juga kami bergerak ke Semarang karena besoknya kami akan ke Karimunjawa melalui udara. Khawatir tidak terkejar jika berangkat dari Yogya, maka kami berangkat H-1 sebelum penerbangan.

Kami nginap di rest area Ungaran.

23 Desember

Pagi-pagi sekali kami sudah dijemput oleh Mas Robin. Lalu diajak ke Desa Langgongsari, desa Agrowisata tidak jauh dari Purwokerto. Di situlah untuk pertama kalinya kami melihat pohon durian bawor. Di kebun ini, buahnya lebat dan dibiarkan menggantung hingga menyentuh tanah.

Sebetulnya lahan yang dipakai kebun durian ini adalah lahan milik desa. Lalu pada tahun 2015 atas prakarsa Kepala Desanya Pak Rasim, dikembangkan menjadi lahan agrowisata menggunakan Dana BUMDes. Bersinergi dengan pesantren yang bersebelahan, di tanah seluas 5 hektar ini, selain ditanami Durian Bawor, ada juga peternakan sapi, kambing, kolam mujair dan pembuatan gula aren. Tampak lubang-lubang sumur resapan air di sana sini. Selain pemanfaatan yang keren, usaha ini juga mengkaryakan para lanjut usia untuk menjaga duren-duren tersebut dan digaji. Hasil perkebunan ini dimanfaatkan untuk pembangunan desa. Ini salah satu contoh pemanfaatan dana BUMDes yang super keren.

Setelah sarapan soto, kami beranjak menemui keluarga Kang Tedja dan Kang Ronny yang sudah menunggu di Kemranjen yang memang sudah janjian jauh-jauh hari untuk berburu durian bersama di Banyumas. Begitu kami tiba, prosesi belah durian pun dimulai.

Selain durian bawor, kami juga menikmati durian musang king. Kualitas dan rasa baik durian bawor maupun musang king masih dibawah ekspektasi. Sebagai penggemar durian dan pemrakarsa acara, Kang Tedja tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Maklum beliau jauh-jauh bersama Mbak Iwed naik moge dari Bogor. Lalu kami berkunjung ke Pusat Durian Sarno beramai-ramai dengan motorhome. Ber-12 kami berdesakan didalamnya. Seneng aja, karena kami bercanda dan tertawa-tawa sepanjang jalan.

Pak Sarno inilah penemu Durian Bawor. Nama lengkapnya Sarno Ahmad Darsono, seorang guru sekolah dasar di Alas Malang, Kemranjen, Banyumas. Sejak kecil beliau diajak bapaknya berkelana hingga ke pelosok desa untuk mencari durian. Cukup dengan melihat bijinya, beliau sudah tahu jenis duriannya.

Pak Sarno melihat rata-rata durian pohonnya sangat tinggi dengan buah tak begitu besar. Maka beliau memadukan 20 jenis durian lokal dengan teknik okulasi. Waktu tunggu durian hingga berbuah biasanya delapan tahun, ia obsesikan menjadi tiga hingga empat tahun. Akhir tahun 2000, pohon hasil percobaannya sudah menghasilkan 30-40 buah durian oranye yang berbeda dari aslinya. Kulitnya tiis, daging lebih tebal, warna daging buah lebih merah seperti durian kuningmas, rasa lebih puket, dan beralkohol seperti durian petruk. Ukurannya sebesar durian kumbakarna dengan berat bisa lebih dari 12 kilogram. Keistimewaan lainnya dari Durian Bawor adalah pohon berbunga dan berbuah sepanjang tahun sementara durian pada umunya hanya sekali dalam setahun.

Nama Bawor adalah sebutan bagi sosok punakawan Bagong, adik dari Petruk. Nama Petruk sendiri sudah ngetop sebagai durian lokal asal Jepara. Nama-nama ini adalah representasi nama rakyat sebagai ‘perlawanan’ nama bangsawan.

Di pusat Durian Sarno, kondisinya tidak jauh berbeda. Rasa dan kualitasnya dirasakan masih kalah dari durian musang king di negara tetangga. Usut punya usut kemungkinan penyebabnya adalah karena durian-durian tsb sudah dipetik sebelum waktunya, tidak matang pohon. Kemungkinan karena harganya yang tinggi, faktor keamanan menjadi penyebabnya.

Setelah makan siang, kami pun berpisah. Sebuah janji bertemu pun kembali tercetus. Pencegatan yang membahagiakan. Kata Mbak Oki dan Mbak Iwed, duriannya nggak penting, yang penting itu kumpul-kumpul dan ngakak-ngakaknya😘😄.

21 dan 22 Desember

Setibanya di Cirebon, malam itu kami keliling Kota Cirebon ditemani Ade, Nunik dan Abriel pakai motorhome. Lalu singgah di Nasi Jamblang Bu Nur. Walau sebagian besar lauknya sudah habis. Kami sempat mencoba entog pedesan, walau pedas, rasanya uenak.

Pagi harinya kami ditraktir Ade Docang. Semacam lontong sayur, dengan kuah berbeda, kuah omcom. Sebelum berpamitan, Nuniek membekali kami dengan lauk pauk dari kantinnya; kikil, kentang goreng dan tumis kerang. Wah ternyata enaaak sekali.

Rute yang seharusnya ke Purwokerto, dibelokin Abah ke Tegal dulu, apa lagi kalau bukan untuk makan sate kambing😄.

Sorenya kami sampai di Purwokerto dan disambut oleh Keluarga Mas Robin, kawan Abah, staf RRI yang pernah bertugas di Kuala Lumpur.

Kami ditraktir makan malam lalu disuguhi durian bawor kebun sendiri 😀

Terimakasih Mas Robin dan keluarga.

Malam harinya kami menginap di pekarangan Mesjid Agung Purwokerto yang apik dan bersih. Hakim ikut Om Robin menginap di rumahnya.

21 Desember

Pagi ini adalah keberangkatan kedua untuk paruh kedua😁. Ya sebetulnya tidak ada jadwal pulang ke Pondok Cabe untuk paruh kedua. Dikarenakan PC yang pecah dan jadwal bertemu teman-teman, maka kami punya dua hari untuk singgah di rumah.

Pagi ini kami relatif santai, karena sebagian besar barang sudah di truk. Kami hanya perlu menyortir sedikit saja barang bawaan. Itupun sebagian besar sudah dilakukan semalam. Setelah makan pagi dan mandi kami mulai memasukkan barang-barang yang sempat diturunkan. Lalu sekitar pukul 10an kami pun berangkat. Tujuan kali ini adalah Cirebon. Rutenya lewat jalan tol. Ternyata jalanan Cirendeu menuju Lebak Bulus macet parah. Begitu lewat area pertokoan, kami singgah sebentar untuk beberapa keperluan sekaligus mengisi solar. Tak lama waktu Sholat Jumat tiba. Kami parkir di SPBU sambil menunggu Abah dan Hakim sholat. Selesai makan siang, kami lalu kembali membelah kemacetan menuju tol TB Simatupang untuk lanjut ke Cipularang. Begitu. masuk area Majalengka, Abah tidak tahan untuk tidak singgah di Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati yang baru saja diresmikan.

Berkat bandara ini, penumpang dari daerah Cirebon hingga Brebes tidak perlu menempuh jalan darat ke Jakarta atau Semarang untuk naik pesawat, cukup satu atau dua jam, lalu boarding di Kertajati.

Menjelang Maghrib, kami tiba di rumah sepupu abah, Om Ade dan Tante Nuniek.

20 Desember

Hari ini kami khususkan mencari tempat las yang bisa membuatkan dudukan yang kokoh buat PC. Tidak jauh dari rumah ada tukang las yang mau bikinkan. Sebuah plat besi dipasang di bawah meja lalu dibaut hingga menembus ke dudukan PC. Mudah-mudahan kuat hingga akhir perjalanan, amin. Dari tukang las, kami ke Cinere mencari pakaian dalam anak-anak yang masih kurang. Sampai di rumah sudah ditunggu tamu jauh dari Kota Kinabalu, Mbak Fitry😊. Terimakasih sudah datang ya.

19 Desember

Dari 11 bersaudara, hanya Ayah dan adiknya yang merantau dan tinggal di Sukabumi. Awalnya hanya adiknya yang merantau ke Sukabumi. Ketika mengunjungi adiknya pertama kali, Ayah langsung jatuh cinta pada alam dan udara Sukabumi. Lalu setelah menikah, diboyongnya Ibu saya ke sini. Maka lahirlah saya di Sukabumi. Kami tinggal di Sukabumi hingga saya kuliah. Walaupun sejak SMA sudah merantau ke Bogor, tiap akhir pekan saya selalu pulang ke Sukabumi. Sekarang, hanya tanah yang tinggal, rumah kami sudah rubuh. Jadi kalau pulang ke Sukabumi, saya nginap di rumah Yah Anjang alm.

Setelah menginap semalam, besoknya jam 10an kami pamit. Sesampainya di Pondok Cabe, setelah mandi, kami langsung ke bengkel PC. Alhamdulilah, PCnya masih bisa dipakai. Walau pecah, LCD dan touch screen nya masih berfungsi baik. Alhamdulilah.

18 Desember

Pagi-pagi sekali kami sudah bangun untuk melihat matahari terbit di Karang Beureum atau Karang Merah. Konon disebut begitu karena ada bagian karang yang berwarna merah. Sekitar jam 5.45 kami tiba di tempat, matahari sudah mulai naik.

Lalu Reka, salah satu driver ojek kami menawarkan bantuan untuk mengambilkan foto. Fotolah kami berempat

Reka juga menawarkan mengambil foto sendiri-sendiri. Ya sudah, mumpung ada yang mau, kami nurut saja.

Dari Karang Beureum, kami berpindah ke Karang Taraje.

Sebuah pantai yamg didominasi batuan yang strukturnya terlihat kompleks akibat proses subduksi di Selatan Pulau Jawa ini.

Sekali lagi Reka menawarkan untuk mengambil foto keluarga.

Juga foto berdua

Di Karang Taraje kami singgah agak lama, bukan hanya karena pemandangannya, tapi karena bakwan panas yang disediakan warung didekatnya😋😉.

Puas makan bakwan kami kembali truk, tanpa mandi😁, kami berkemas lalu bergerak menuju ke Sukabumi lewat jalur Selatan. Ditengah jalan kami singgah makan siang. Kebetulan ikan bakar, tahu dan tempe semalam masih banyak. Jadi kami makan siang sedap ditemani debur ombak laut Selatan. Selesai makan siang, kami singgah lagi untuk pencuci mulut: durian😁.

Oh ya, di tengah jalan menuju Pelabuhan Ratu, pc kami sempat kejungkel. Selain karena jalannya yang ekstrim naik turun, juga arena bautnya longgar. Kaca monitornya pecah😥. Mau tidak mau kami harus kembali ke Pondok Cabe dulu untuk memperbaiki.

Maghrib kami sampai di Cimangkok, rumah Bang Iwan, sepupu Ambu.

17 Desember

Dari Serang, pagi tanggal 17 Desember kami putuskan bergerak ke Sawarna. Sebuah wisata pantai masih di Banten sekitar 3 jam perjalanan dari Serang. Kami tiba sekitar jam 2 siang lalu makan siang di truk.

Setelah sholat, kami lalu menyewa empat ojek untuk membawa kami berkeliling wisata Sawarna. Petang itu ada 3 tempat yang akan dikunjungi.

Destinasi pertama disebut Karang Bokor. Tempatnya berupa tebing tinggi dan sebuah batu karang raksasa yang sudah ditumbuhi tanaman, teronggok tidak jauh dari tebing. Pemandangannya cantik. Konon akan dibuat jembatan kaca yang menghubungkan karang dan mainland. Dari situ kami bergerak ke Pantai Gua Langir. Berbeda dengan yang pertama, disini ada pantai. Di bagian daratannya ada tebing-tebing yang ada guanya.

Destinasi terakhir petang itu adalah Pantai Tanjung Layar untuk menyaksikan matahari terbenam. Aksesnya dibanding 16 tahun yang lalu, sudah bagus banget sekarang. Ojek bisa masuk sampai ke tepi pantai. Dulu kita harus menyusuri pantai sekitar 15 menit untuk sampai di Tanjung.

Malam harinya kami pesan ikan bakar dari warung terdekat dan dimakan di mobil.