Pendidikan adalah mengeluarkan, bukan menyuapkan aneka informasi dan pengetahuan tetapi fokus yang penting adalah mengeluarkan potensi yang dimiliki anak-anak. (Mas Aar)

Kami menemukan webinar homeschooling rumah inspirasi ini  secara tidak sengaja. Memang, sejak memutuskan untuk meng-homeschooling-kan Hakim sekitar dua bulan sebelumnya, kami rajin berkunjung ke website Rumah Inspirasi karena informasi mengenai homeschoolingnya sangat padat dan lengkap. Walau begitu, kami tidak tahu kalau Mas Aar dan Mbak Lala akan mengadakan webinar home schooling dalam waktu dekat.  Memang takdirNya dapat ilmu, saya menemukan informasi webinar tepat di hari penutupan.

Menjadi peserta Webinar HomeSchoool Usia Sekolah ini, seperti menemukan harta karun bagi pemula seperti kami. Data, informasi dan referensinya berlimpah, disarikan dari berbagai sumber mumpuni dan ‘bergizi’. Selain materi baku, pengalaman homeschooling Mas Aar dan Mbak Lala dkk juga sangat membantu proses belajar dan pemahaman kami.  Cara belajarnya juga sangat fleksibel dan ramah keluarga, kami tidak perlu keluar, cukup dari rumah sendiri, tinggal login di PC atau handphone, masuk ke ruang webinar, duduk manis mendengarkan dan mencatat yang dirasa perlu.

Bagi kami, belajar 8 sesi seperti lompatan quantum dalam memahami homeschooling. Tadinya dunia homeschooling walau tampak menarik, tapi begitu asing dan remang-remang. Setelah belajar di webinar, homeschooling bukan hanya menjadi semakin menarik dan terang benderang, tapi juga doable. Belajar di webinar ini menumbuhkan percaya diri bahwa sesungguhnya orangtua mampu untuk bertanggunjawab sendiri atas pendidikan anak-anak mereka. Sehingga proses belajar menjadi sangat fleksibel, ada kebebasan dan ruang sangat luas  untuk menentukan cara dan materi yang cocok disesuaikan dengan misi pendidikan keluarga.  Webinar ini juga memberi kesadaran bahwa belajar seharusnya tak terbatas ruang dan media, dunia nyata dan keseharian juga bisa jadi sarana belajar yang penting. Interaksi keluarga yang intens dalam pendidikan rumah akan mendorong orangtua untuk ikut bertumbuh bersama anak-anak dalam prosesnya. Mau tidak mau, orangtua harus bisa menjadi role model, pendamping dan suporter terbaik bagi anak-anak. Puncak pemahaman saya dari webinar ini adalah bahwa belajar bukan melulu mengenai hafalan, hitungan, ujian dan nilai. Belajar dan berketerampilan sepatutnya menjadi aktivitas untuk mengisi jiwa/batin dan pikiran yang kemudian digunakan untuk kebaikan bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga sekitarnya.

Mas Aar dan Mbak Lala, terimakasih banyak atas semua ilmunya, Allah SWT saja Maha Pembalas semua kebaikan.

Sebagai bagian dari Oase Festival tahun ini, diadakan Ofest mini yang bisa diikuti oleh siapa saja dengan mendaftar ke panitia terlebih dahulu. Ofest mini ini adalah permainan terdiri dari 5 projek yang harus diselesaikan oleh setiap peserta. Salah satu yang kita coba untuk buat adalah projek “Observe Them All”. Projek ini idenya adalah anak-anak mengamati pedagang makanan di sekitarnya kemudian membuat laporan berdasarkan obervasinya. Tujuannya meningkatkan kepedulian anak dan melatih kemampuan observasinya. Karena di rumah kita nggak ada pedagang yang lewat, maka Hakim dan Biya pergi ke mall sebelah untuk mengamati restoran yang ada dan membuat data informasi mengenainya.

Sabiya dan Hakim membuat tabel berisis kolom nama restoran,  lokasi, jenis makanan, asal negara dan komen. Yang menarik adalah kolom komen, Sabiya menuliskan baik pengalamannya ketika makan di restoran tsb atau pengamatannya dari luar dengan mengatakan very delicious, expensive, clean, allways full, jarang ada orang😂 dsb. Mudah-mudahan dengan exercise sederhana ini, kemampuan observasi Hakim & Sabiya bisa meningkat.

Pagi ini, setelah sholat Subuh semuanya kecuali Abah, bangun siang, sangat siang. Abah berangkat liputan pagi tadi. Kami semua terbangun dengan perut lapar. Hakim membantu Ambu buat jus buah sementara Sabiya menyiapkan telur dadar, mie goreng serta salad untuk seluruh anggota rumah. Kebetulan sedang ada tugas dari Mbak Oki di wa grup parenting untuk melatih anak sesuai fitrah di usianya. Tugas Sabiya pagi ini cocok sekali dengan tabel di bawah (courtesy of Okina Fitriani) yaitu bagian dari fitrah bertahan hidup. Selain itu, karena Sabiya perempuan, memasak juga bisa menumbuhkan fitrah nurturingnya. Melayani untuk seluruh rumah.

Alhamdulilah, terimakasih ya Sabiya sudah menyiapkan sarapan untuk kita semua pagi ini.

Ketika Hakim mengerjakan tugas Jumatnya yaitu mencari dan menyarikan inti dari kisah Rasulullah SAW dari lahir hingga masa kenabian, kami menyimpulkan dari presentasi Hakim bahwa dia masih kesulitan untuk mengekstrak informasi penting dari sebuah bahasan. Hingga akhirnya kami bertanya di Webinar HSUS dan dijawab oleh Mas Aar bahwa skill ini didapatkan melalui latihan. Diurutkan dari membahas judul, tokoh utama, tempat, waktu, kejadian dst. Hampir seperti 5W + 1H. Kemudian dicontohkan bagaimana menceritakan kembali.

Akhirnya malam itu juga, kami meminta Hakim memilih satu tema dari Khan Academy untuk diceritakan kembali dalam bentuk tulisan. Hakim memilih tema Death Star. Materi berupa video. Kemudian Hakim menuliskan apa yg ditangkapnya dari video tsb. Ada beberapa istilah yang tidak dimengerti. Tapi tidak apa, kami minta Hakim menulis apa yang dipahaminya saja.

Surprisingly Hakim bisa menangkap sebagian besar pokok bahasan dan paham ide utama yang dibicarakan oleh tokoh (astronomist) di dalam video tersebut.

Alhamdulilah, mudah-mudahan ke depannya semakin baik ya Kim.

Ditulis Feb 2016

Dalam salah satu Ted talknya, Sir Ken Robinson mengatakan bahwa sistem pendidikan umum baru muncul setelah abad 19 dan diperuntukan utamanya bagi memenuhi kebutuhan industri. Pada kenyataannya begitulah kita, minimalnya 12 tahun di awal kehidupan kita digunakan untuk menuntut ilmu dasar. Bagi yang memiliki kesempatan, kemudian lanjut ke perguruan tinggi selama 4-5 tahun berikutnya. Setelah total menghabiskan waktu selama 16 hingga 18 tahun menuntut ilmu, maka luluslah kita.  Tiba waktu mengaplikasikan ilmu yang didapat. Segelintir dari manusia-manusia berilmu ini akan membuat usaha sendiri. Tapi sebagian besar, termasuk lulusan-lulusan terbaiknya, akan diserap oleh perusahaan dan industri, menjadi pekerja. Sebagian kecil yang beruntung dari kelompok kedua, mungkin akan disekolahkan lagi, belajar ke jenjang yang lebih tinggi dengan dibiayai perusahaan. Untuk kemudian setelah selesai, kembali menjadi pekerja di perusahaan tsb.

Saya membayangkan dunia yang terbalik. Bagaimana jika separuh saja dari anak-anak berpendidikan tinggi ini memilih untuk membangun usahanya sendiri dibanding menjadi pekerja di perusahaan  orang lain. Apakah mungkin konstelasi dunia tidak seperti sekarang? Seorang programer misalnya, memilih mengembangkan operating sistemnya sendiri dibanding bekerja pada perusahaannya Bill Gates. Ambil saja 10% dari 7ribu karyawannya Bill Gates, adalah programer kelas dunia dan mengembangkan operating sistem sendiri. Mungkin saja saat ini m*crosoft bukan satu-satunya sistem operasi andalan dunia. Kita punya pilihan OS lain  selain dua yang utama di dunia saat ini. Maka mungkin juga Bill Gates bukanlah satu-satunya orang terkaya karena membuat OS karena kekayaannya terbagi pada beberapa orang pintar lainnya. Begitu juga dengan bidang-bidang lainnya. Maka dapat dibayangkan kekayaan dunia tidak akan berpusat di segelintir orang atau negara saja melainkan terdistribusi ke beberapa orang/negara, sehingga impaknya mungkin saja kekuatan dan pengendali ekonomi politik dunia juga menjadi terdistribusi.

Tapi apakah sesimple itu? Karena mungkin, belum tentu setiap anak pintar memiliki ide brilian dan inovatif seperti Steve Jobs atau Elon Musk. Atau Tuhan sengaja membuat inovasi itu seperti barang berharga super langka dan hanya dapat ditemui di kepala segelintir manusia saja? Atau jangan-jangan inovasi itu sebenernya ada di tiap manusia tapi tumpul oleh … sistem pendidikan kita? Karena memang sistem pendidikan dunia saat ini tidak didisain bagi tumbuh suburnya inovasi, melainkan sekedar untuk memenuhi kebutuhan industri aka produsen pekerja saja?

(Bersambung)

Untuk aktivitas fisik mingguan homeschoolingnya, Hakim memilih wall climbing dan fencing. Dan hari ini adalah hari pertama untuk wall climbing. Bisa dibilang Hakim sukkaaa sekali memanjat. Hampir di setiap kesempatan, di sekolah (ketika sport day), di mall, dimanapun ada dinding yang bisa dipanjati di tempat umum, Hakim pasti mencoba memanjat dan selalu berhasil mencapai tempat tertinggi. Begitu juga hari ini, coachnya mengapresiasi kemampuan Hakim yang dinilai sudah ‘advance’ untuk anak seusianya. Alhamdulilah, maju terus ya Kim.

Mendampingi Hakim mencari, menyarikan dan menuliskan kembali Kisah Nabi Muhammad SAW, membuat kami menengok kembali catatan tentang 5 tahap simulasi.

Bahwa keteladan dan pendampingan adalah titik kritis dari pendidikan (di) rumah. Adalah sebuah bahaya besar ketika orangtua melepas anak begitu saja dan berasumsi bahwa semuanya akan beres dan anak akan tau sendiri apa yang harus dilakukannya. Adapun halnya mengenai keteladanan, sudah bolak balik luar dalam dibahas di EP. Bahwa keteladan adalah core dari kepengasuhan. Tanpa berusaha menjadi role model yang ideal bagi anak-anak, mendidik anak-anak akan seperti mengukir di atas air, mustahil dan sia-sia.

Dari hasil ngobrol sama Mbak Oki hari ini, ketemu satu benang merah lagi. Jika diperhatikan Yudhis (putra sulung Mas Aar) dan Raka (putra sulung Mbak Oki) ada banyak kemiripan. Keduanya berusia sama, 15thn. Sama2 pintar, sama-sama cerdas, sama-sama bisa mengungkapkan pikiran dan pendapatnya dengan jentre (terang). Sama-sama menyukai komputer. Sama-sama generasi milenia dengan segala kekiniannya. Bedanya yang satu homeschool product, satunya hasil didikan sekolah biasa, tapi keduanya dididik dengan pola kepengasuhan yang mirip yaitu diberikan ruang eksplorasi seluas-luasnya untuk berkespresi, berpendapat dan berkarya. Dan ini disebutkan Mas Aar dalam bahasan membangun budaya belajar di materi webinar sesi 4. Selain ruang eksplorasi, disebutkan juga respon yang sehat terhadap keingintahuan dan ruang interaksi yang demokratis.

Adalah ‘tend to learn to mastery’ merupakan fitrah manusia, maka tugas orangtualah yang membuat fitrah ini tumbuh subur dan menjadi semakin kuat ketika anak tumbuh dewasa. Orangtua berperan jadi ‘tanah gembur’ bagi ‘akar keingintahuan’ anak. Dan tentu saja, juga berperan membasmi ‘gulma’ dan ‘rumput liar’ yang kiranya akan menganggu proses pertumbuhan alaminya.

Pagi ini Hakim memulai aktivitasnya dengan membuat sarapan, kemudian ngepel seluruh rumah. Materi HS hari Jumat disepakati bersama berupa materi Islam. Untuk kelas perdana ini, Hakim menyusun cerita kisah Rasulullah dari mulai beliau lahir hingga hijrah ke Madinah. Hakim mencari informasi di internet kemudian ‘menjahitnya’ di Microsoft Point untuk dipresentasikan ke anggota keluarga lain nanti malam. Di sini Hakim belajar bukan saja sirah, tapi juga cara mencari informasi yg dinginkan kemudian menyarikan dan menyajikannya. 

Siang ini Hakim diajak Abah utk liputan ke Rumah Sakit sebagai bagian dari training life skill. 

Alhamdulillah, Hakim semakin fasih belajar sendiri. Kemarin setelah jalan pagi (dan jatuh terluka), Hakim melanjutkan math challenge nya di Khan Academy. Hakim mengulang kembali materi matematika yang sebenernya sudah pernah dipelajarinya di SD. Keuntungannya untuk materi yang sebelumnya tidak dipahaminya, kali ini dia bisa lebih santai untuk benar-benar memahaminya. Satu persatu soal diselesaikannya. Setelah itu dilanjutkan Geografi. Setelah mengerjakan games tentang negara-negara di Eropa, Hakim memilih utk mempelajari Korea Utara melalui film dokumenter di YouTube.

  • Hari Sabtu ini adalah weekend pertama di Homeschooling kami. Pagi dimulai jauh lebih lambat dibanding biasanya. Usai sholat Subuh, kami leyeh-leyeh saja. Hakim dan Sabiya kemudian menyiapkan masing-masing sarapan pilihannya pagi ini. Usai sarapan, membersihkan dapur dan cuci piring, kami membagi pekerjaan rumah hari ini; vacuuming, ngepel dan angkat jemuran. Sabiya memilih vacuuming, Hakim mengepel dan ambu kebagian angkat jemuran. Alhamdulilah, tidak ada penolakan berarti, anak-anak sudah tau apa yang harus dikerjakan dengan minim pengarahan. Rencananya hari ini, kami mau mulai buat Vision Board utk masing-masing anggota keluarga.